#SAVE GURU HONORER # SISIHKAN 10% TUNJANGAN PROFESI UNTUK GURU HONORER
Kita
mengenal profesi seorang guru adalah profesi yang sangat mulia. Tidak ada
profesi yang dapat menyaingi kemuliaan profesi seorang guru, karena di atas
pundaknya ia diserahi tugas untuk mendidik dan mengajar para murid-muridnya menjadi
manusia yang berilmu dan ditangan seorang guru itu pula si siswa akan mendapat
pendidikan nilai-nilai kehidupan dan menjadikannya seseorang menjadi manusia
yang mempunyai jiwa dan kepribadian yang luhur, bertanggung jawab, menghargai
sesamanya, mensyukuri ni’mat yang dikaruniakan Tuhan kepadanya. Ditangan
seorang guru yang baik dan bermutu, maka akan melahirkan generasi bangsa yang
unggul dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain didunia, tidak akan menjadi
bangsa yang terbelakang, apalagi menjadi bangsa budak yang hanya dijadikan sapi
perahan oleh bangsa lain.
Demikian
pentingnya kedudukan tugas dan tanggung jawab guru, oleh sebab itu Pemerintah
Indonesia dari zaman Soekarno, Soeharto, Habibie, Megawati, Gus Dur, SBY,
sampai dengan masa pemerintahan presiden ke 7 Jokowidodo, selalu berjanji akan
memperhatikan nasib guru. Semua guru apapun statusnya, kesejahteraannya harus
ditingkatkan diberikan dengan wajar
sesuai dengan kedudukan, tugas dan tanggung jawabnya yang berat itu. Akan
tetapi yang ditunggu-tunggu dari realisasi janji-janji yang pernah dikeluarkan
pemerintah, tidak pernah terwujud. Bila ditagih mudah saja mereka para pejabat
di negeri ini mengelak diri, seribu kali janji seribu kali pula para petinggi
negeri, mengingkari. Apalagi nasib Guru honorer semakin kabur, jauh semakin
terkubur. Harapan menjadi pegawai negeri hanya bermimpi.
Memang
pada awal pemerintahan Jokowi sudah memberikan janji, termasuk yang dikeluarkan
oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy
Chrisnandi, mengangkat guru honorer menjadi pegawai negeri harus segera
terealisasi. Tetapi langkah itu cuma upaya semu memenuhi janji. Apakah
sepanjang tahun para guru honorer hanya mengharapkan nasib baik turun dari
langit, entah siapa lagi nanti Presidennya yang hanya pandai pura-pura menampilkan
keberaniannya memperjuangkan nasib guru. Akhirnya mereka berdemo, walaupun
harus mengorbankan aktifitas belajar mengajar untuk anak didiknya dikelas.
Ribuan guru honorer itu menuntut perhatian pemerintah dan seluruh pemangku
kebijakan agar memperhatikan nasib mereka si penyandang pahlawan tanpa tanda
jasa itu. Pemerintah sepertinya kehilangan akal, jeblok pikiran atau memang
tidak serius. Niat baik tidak cukup hanya dengan berani mengeluarkan PP Nomor
48 Th 2005. Kalau hanya untuk pajangan, sebagai pantes-pantes apalah artinya.
Kalaupun ada rekruitmen PNS dari guru honorer, di lapangan dipenuhi dengan
ribuan praktek rekayasa, korupsi, kolusi dan nepotisme. Yang sudah puluhan
tahun bahkan tidak sedikit masa pengabdiannya yang sudah 20 tahun sebagai guru
honorer gagal menjadi PNS, tetapi yang baru kemarin sore bisa diangkat menjadi
PNS dengan sejumlah uang.....! Para guru di negeri ini memang banyak tertipu
dan dikebiri. Pengabdian seorang Guru honorer hanya dihargai jauh dibawah UMR,
dalam perjalanannya sudah jatuh tertimpa tangga. Namun dalam kondisi hidup yang
serba terjebit, dengan imbalan gaji yang sangat kecil ternyata para guru
honorer masih tetap bersemangat bertahan mengajar. Dari pengalaman saya sebagai
salah seorang yang pernah mengajar sebagai guru honorer di sebuah Sekolah Dasar
Negeri, dapat saya ungkapkan sebab apa para bapak/ibu guru honorer tetap
bertahan menjadi guru walaupun hanya dibayar uang seadanya dan jauh dibawah
UMR.
Keadaan guru honorer
tersebut berbanding terbalik dengan guru PNS apalagi yang sudah mendapatkan
tunjangan profesi guru. Mulai tahun 2016 ini, seorang guru yang sudah
menyandang status “ professional “ akan mendapatkan gaji sebanyak 26 kali dalam
setahun. Yaitu gaji 12 kali/bulan, gaji 13, gaji 14 dan 12 kali / bulan
tunjangan profesi. Hal itu membuat kasta-kasta sendiri di lingkungan sekolah
yang dapat menyebabkan kecemburuan social. Guru-guru yang sudah menyandang
status “ professional “ pun tidak jauh berbeda kualitasnya dengan guru honorer
dalam hal mendidik dan mengajar. Oleh sebab itu, sebagai guru “ professional “
diharapkan untuk dapat selalu dan selalu meningkatkan profesionalitasnya agar
pendidikan di Indonesia akan jauh lebih maju.
Melihat keadaan dan
kondisi di lapangan, tingkat kesejahteraan teman-teman guru honorer masih
rendah dalam hal “ honor “ / “ gaji “
yang mereka dapatkan dari sekolah. Hal itu karena disesuaikan dengan kemampuan
keuangan sekolah, apalagi bagi sekolah yang memiliki jumlah siswa yang sedikit.
Hal tersebut yang menjadikan salah satu dasar pemikiran penulis untuk
menuangkan ide dan gagasan ini.
Sebagai guru kita dituntut
untuk memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogic, kompetensi professional,
kompetensi kepribadian dan kompetensi social. Dalam hal ini penulis akan
menyoroti tentang kompetensi guru yang keempat yaitu kompetensi social. Sesuai dengan
“ yel-yel “ PGRI ( Persatuan Guru Republik Indonesia ) yaitu “ HIDUP GURU,
HIDUP PGRI, SOLIDARITAS YEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEESSSSSSSSSSSSSS”, guru
semuanya sudah dapat mengatur kehidupannya masing-masing, organisasi PGRI sudah
sangat solid, nah sekarang mari kita tingkatkan SOLIDARITAS kita sebagai guru. Mari
kita lihat teman-teman guru honorer disekeliling kita, “ honor “ / “ gaji “
mereka masih sangat rendah dan masih sangat jauh di bawah kata UMR. Oleh sebab
itu sebagai guru yang memiliki Kompetensi Sosial mari kita tingktkan
Solidaritas kita bagi teman-teman Guru Honorer. Mari kita sisihkan sebagian
kecil ( minimal 10 %, lebih banyak lebih baik ) TUNJANGAN PROFESI kita untuk kesejahteraan mereka, jika bukan
kita siapa lagi. Jika mengandalkan pemerintah, entah kapan realisasinya. Banyak
sekali hal yang mendasari saya selaku penulis untuk mengungkapkan hal ini :
1.
Tingkat kesejahteraan
“ gaji / honor “ masih sangat rendah.
2. Beban kerja /
mengajar guru honorer sama dengan guru professional yaitu minimal 24 jam /
minggu ( dari pantauan penulis , beban kerja honorer malah banyak yang lebih
karena banyak sekali tugas tambahan yang dibebankan kepada guru honorer.
3. Jika kita
melihat beban kerja / beban mengajar per kelas, misal kelas 6, yaitu 38 jam
perminggu, dari keseluruhan beban tersebut sangat jarang yang di kerjakan atau
dilaksanakan oleh guru PNS/ Guru Profesional. Rata –rata guru professional mengajar
24-28 jam per minggu. Masih ada 10 jam atau sekitar 26 % beban kerja yang
dikerjakan oleh guru honorer. Jadi kalau kita sisihkan 10 % dari tunjangan
profesi kita masih kurang, tapi lebih baik kurang dari pada TIDAK.
4. Dengan gaji 26 kali / bulan, padahal kita hanya berangkat 12 kali / bulan dalam setahun.
4. Dengan gaji 26 kali / bulan, padahal kita hanya berangkat 12 kali / bulan dalam setahun.
5. INGAT , TUNJANGAN PROFESI ADALAH TUNJANGAN KINERJA, KALAU KINERJA KITA MASIH STAGNA, YA APALAH GUNANAYA TUNJANGAN ITU
Mungkin itu sedikit alas an yang menjadikan
dasar saya menuliskan artikel ini. Mari kita bersama-sama menjaga guru honorer
agar tetap semangat dalam bekerja, terutama dalam hal mendidik dan mengajar. Sehingga
pendidikan di Indonesia akan lebih maju. Semoga ha ini dapat terealisasi,
sehingga kasta-kasta di lingkungan dunia pendidikan akan sedikit terkikis.
#Save_Guru_Honorer. ( Nur Salam / dr berbagai sumber ).
Label: derita, gaji, guru, honorer, jauh dari UMR, pilu, profesional, rendah, save, sertifikasi
2 Komentar:
Indahnya berbagi dengan sesamaa
Ya betul kang mas Joko Boyo, dengan berbagai semua akan menjadi indah...... se indah alam yang dianugrahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada kita
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda